My blog

Minggu, 21 Desember 2014

Kromosom Kelamin Manusia

Seperti kita ketahui, perempuan memiliki kromosom XX (dua kromosom X) dan laki-laki memiliki kromosom XY (satu kromosom X dan satu Y). Pada saat ML, cowok mengeluarkan sel sperma haploid, yang artinya hanya mengandung kromosom X atau kromosom Y. Begitu juga cewek, hanya mengeluarkan sel telur haploid. Tapi karena cewek hanya punya kromosom X, jadi tetap saja sel telur yang ada berkromosom X. Dari hasil pembuahan, janin yang memperoleh kromosom Y dari ayah, akan menjadi laki-laki. Bila janin mendapat kromosom X, bukannya Y dari ayah, maka yang jadi adalah perempuan.
Tapi ada persentase kecil dimana anak mendapatkan kromosom yang rusak atau bahkan tidak berkromosom XX atau XY.
A. Kromosom Rusak
Obsesi Memutilasi Diri
Nama ilmiah : Sindrom Lesch-Nyhan
Genotipe : XY
Penyebab : mutasi titik di gen HGPRT yang ada di kromosom X
Salah satu perbedaan pada kromosom X yang paling mengerikan adalah sindrom Lesch-Nyhan. Sindrom ini terjadi selalu pada laki-laki. Alasannya karena kromosom X pada laki-laki hanya ada satu, sementara pada perempuan ada dua. Bila kromosom X pada perempuan rusak, dia selalu punya penggantinya, yaitu di kromosom X kedua. Anak penderita sindrom Lesch-Nyhan mengalami disfungsi syaraf yang mendorongnya untuk mual dan melukai dirinya sendiri. Tindakan menyakiti diri ini kadang ekstrim, seperti menggigiti jari dan bibir, menyiram badan dengan air panas dan bahkan menikam mata atau wajahnya dengan benda tajam. Mereka merasakan sakit, tapi tidak mampu mengendalikan perbuatannya. Sindrom ini disebabkan mutasi titik di gen penyandi HGPRT (Hiposantin Guanin PhosphoRiboSiltransferase).
Ambiguitas Seksual
Nama ilmiah : Disgenesis gonad
Genotipe : XY
Penyebab : berbagai kelainan pada gen TDF di kromosom Y
Perbedaan pada kromosom Y yang sekali lagi, hanya terjadi pada laki-laki, adalah ambiguitas seksual. Kerusakan pada gen TDF (Testis Determining Factor) menyebabkan beberapa kemungkinan tergantung pada daerah mana dalam gen yang berbeda. Kemungkinan ini antara lain:
1.       Fisik laki-laki tapi memiliki penis sangat kecil (mikropenis)
2.       Fisik perempuan (lengkap dengan vagina) namun memiliki kromosom XY
3.       Bentuk kelamin yang ambigu antara penis dan vagina
4.       Fisik laki-laki (lengkap dengan penis) namun memiliki kromosom XX (kromosom Y berubah menjadi X karena meiosis abnormal)
Perbedaan Kromosom X dan Y
B. Kromosom Seks Tunggal
Individu X0
Fenotipe :  perempuan
Gejala : Sindrom Turner
Penyebab : Hanya memiliki satu kromosom kelamin dan kromosom itu adalah kromosom X
Ciri-ciri :
1.       Perawakan pendek
2.       Indung telur rusak
3.       Leher bergelambir
4.       Pembengkakan tangan dan kaki
5.       Penyempitan aorta
C. Kromosom Tiga
Trisomi XXX
Fenotipe perempuan. Gejala klinis ringan walau sering mencakup kesulitan belajar atau kemandulan parsial
Individu XXY
Fenotipe laki-laki dengan gejalanya disebut Sindrom Klinefelter. Berperawakan jangkung, kurus dan biasanya mandul.
Penderita Sindrom Klineferter
Individu XYY
Fenotipe laki-laki. Gejala ringan dan biasanya tidak terdeteksi.
D. Individu dengan dua kelamin
Individu memiliki dua tipe sel, satu laki-laki dan satu perempuan. Disebut hermafrodisme sejati, karena testis dan indung telur sama –sama berkembang pada satu individu. Hal ini disebabkan khimerisme XX/XY yaitu pembuahan ganda pada saat janin. Individu yang terbentuk seharusnya dua yaitu kembar yang terdiri dari laki-laki dan perempuan, namun terjadi gagal membelah sehingga sel XX dan XY tercampur.


Referensi
John C Avise. 2001. The Genetic Gods: Evolution and Belief in Human Affairs. Diterjemahkan dengan judul: Kuasa Gen atas Takdir Manusia oleh Leinovar Bahfein, dan diterbitkan oleh Serambi, Hal.112-117
Sumber dari : 
http://www.faktailmiah.com/2011/04/10/kromosom-kelamin-manusia.html 

Mitosis

Mitosis terdiri atas beberapa fase yaitu profase, metafase, anafase, dan telofase.
Profase
Mitosis diawali dengan penggumpalan kromosom. Dua badan silindris kecil bernama sentriol mengatur proses profase. Sentriol berada di luar inti sel hewan (namun tidak ada pada sebagian besar tumbuhan tingkat tinggi). Sentriol mulai bergerak ke ujung-ujung berlawanan sel. Saat ini terjadi, DNA yang merupakan penyusun utama kromosom mulai melintir. Selama proses ini, kromosom menjadi jelas sementara nukleoli menjadi tidak jelas. Di dalam nukleoli terjadi produksi ribosom; selama mitosis, ketika kromosom memadat, produksi ribosom lenyap.
Ketika terbentuk, kromosom berinteraksi dengan medium sekitarnya. Agar pembelahan sel terjadi, kromosom yang sudah tereplikasi harus ditarik. Namun ini tidak dapat terjadi hingga kromosom berkondensasi.
Ketika telah memuntir kembali, kromosom menjadi berbentuk X. Bentuk X terdiri dari dua kromatid identik, masing-masing berpegangan dengan yang lain lewat sebuah sentromer. Salah satu kromatid ini disalin dari yang lain selama interfase, ketika replikasi terjadi.
Sementara kromosom memuntir kembali, nukleoli dan selubung inti lenyap. Di saat yang sama, sederetan mikrotubula membentuk simpul. Simpul adalah pengelompokan mikrotubula karakteristik yang terjadi saat pembelahan inti. Ia membantu membariskan dan menggerakkan kromosom. Selama tahap awal komposisi simpul, mikrotubula memancar di sekeliling tiap sentriol, menciptakan formasi yang disebut aster. Walaupun sebagian besar tanaman tingkat tinggi tidak memiliki sentriol, mereka tetap membentuk serat simpul pada profase (namun aster tidak terbentuk). Serat simpul adalah mikrotubula yang menyusun aparat mitosis yang bernama simpul.
Selama profase, kromosom bergerak menuju bagian tengah atau khatulistiwa sel. Pada akhir profase, selaput inti tidak lagi terlihat; ia telah luntur.
Metafase
Metafase hanya berlangsung selama semua kromosom tetap berbaris di khatulistiwa. Sentromer telah terbagi menjadi dua. Masing-masing tertempel pada salah satu dari dua kromosom dari pasangannya. Kromosom individual disebut homolog, dan bersama-sama, kedua kromosom dalam satu pasang disebut kromosom homolog.
Anafase
Anafase bermula ketika dua set lengkap kromosom mulai bergerak menuju ujung simpul berlawanan arah. Tiap kromosom seolah diseret sepanjang sentromernya, yang tertempel ke serat simpul. Pembelahan sitoplasma, atau sitokinesis, mulai pada akhir anafase.
Telofase
Telofase adalah tahap terakhir mitosis. Ia terjadi ketika sitoplasma terpisah dalam dua bagian sel, sementara selaput plasma sel tertusuk dari kedua sisi, menciptakan dua sel berbeda. Saat ini terjadi, tiap set kromosom mencapai kutubnya masing-masing, dimana selaput inti terbentuk, menutupi kromosom. Kromosom kemudian melepas puntirannya, sementara nukleolus kembali muncul. Setelah sitokinesis selesai, sentriol baru terbentuk. Kita telah mendapatkan dua sel baru.
Sumber
Garber, S.D. 2002. Biology: A Self-Teaching Guide, 2nd Edition. John Wiley and Sons, Inc.
 Sumber : http://www.faktailmiah.com/2011/06/02/mitosis.html

Sabtu, 20 Desember 2014

Teknik Ultra-cepat Menyingkap Prinsip-prinsip Perancangan dalam Biologi Kuantum

Para peneliti dari University of Chicago telah berhasil menciptakan suatu senyawa sintetis yang meniru dinamika kuantum yang kompleks seperti yang bisa diamati dalam fotosintesis. Terobosan ini memungkinkan dibangunnya cara fundamental terbaru untuk menciptakan teknologi energi surya. Merekayasa efek kuantum untuk dijadikan sebagai perangkat pemanen-cahaya sintetik tidak saja bisa terwujud, namun, prosesnya pun ternyata lebih mudah dari yang diduga, lapor para peneliti dalam edisi 19 April jurnal Science.
Para peneliti merekayasa molekul kecil yang mendukung koherensi kuantum agar tahan lama. Koherensi adalah perilaku superposisi kuantum yang secara makroskopik bisa diamati. Superposisi adalah konsep kuantum mekanik yang fundamental, dicontohkan dengan eksperimen klasik yang dikenal sebagai Cat Schrodinger, di mana partikel kuantum tunggal seperti elektron menempati lebih dari satu keadaan secara bersamaan.
Efek kuantum umumnya diabaikan dalam ketidakteraturan sistem yang besar dan panas. Namun demikian, eksperimen ultra-cepat spektroskopi yang baru-baru ini dikerjakan oleh Prof. Greg Engel dalam laboratorium kimia University of Chicago telah sukses menunjukkan bahwa superposisi kuantum mungkin berperan menghasilkan efisiensi kuantum yang nyaris sempurna dalam pemanenan cahaya fotosintesik, sekalipun dalam suhu fisiologis.

Para peneliti dari University of Chicago berhasil menciptakan senyawa sintetis yang meniru dinamika kuantum yang kompleks seperti yang teramati dalam fotosintesis. Senyawa ini memungkinkan dibangunnya cara fundamental terbaru untuk mengembangkan teknologi pemanenan cahaya matahari. (Kredit: Graham Griffith)

Antena fotosintetik – protein yang mengatur klorofil dan molekul-molekul cahaya-serapan lainnya pada tanaman dan bakteri – mendukung superposisi untuk bertahan lama dalam tingkat anomali. Banyak peneliti yang mengusulkan bahwa organisme telah berevolusi dan mengembangkan sarana untuk melindungi superposisi tersebut. Hasilnya: terjadi peningkatan efisiensi dalam proses mentransfer energi dari sinar matahari yang terserap ke bagian-bagian sel yang mengubah energi matahari menjadi energi kimia. Hasil-hasil studi yang baru-baru ini dilaporkan ini telah menunjukkan bahwa manifestasi tertentu pada mekanika kuantum dapat direkayasa menjadi senyawa hasil buatan-manusia.
Para peneliti memodifikasi fluoresein – molekul serupa yang pernah digunakan untuk mewarnai Sungai Chicago menjadi hijau dalam rangka Hari St. Patrick – lalu menghubungkan pasangan-pasangan pewarna yang berbeda menjadi satu dengan menggunakan struktur penjembatan yang ketat. Molekul-molekul yang dihasilkan mampu menciptakan sifat-sifat penting dari molekul klorofil di dalam sistem fotosintesis, yang menyebabkan koherensi mampu bertahan selama puluhan femtosekon dalam suhu ruangan.
“Mungkin kedengarannya bukan waktu yang sangat lama – femtosekon setara dengan sepersejuta miliar detik,” kata rekan penulis studi Dugan Hayes, lulusan University of Chicago dalam bidang kimia, “Tapi pergerakan eksitasi melalui sistem juga terjadi pada skala waktu yang ultra-cepat ini, mengindikasikan bahwa superposisi kuantum dapat berperan penting dalam proses transfer energi.”

Para peneliti University of Chicago yang terlibat dalam studi. Dari kiri ke kanan: sarjana pasca-doktoral Graham Griffin, profesor Greg Engel dan mahasiswa pascasarjana Dugan Hayes. (Kredit: Tom Jarvis)
Untuk mendeteksi bukti superposisi yang tahan lama, para peneliti memfilmkan aliran energi dalam molekul dengan menggunakan rekayasa laboratorium dan sistem laser tingkat tinggi dalam skala femtosekon. Tiga pulsa laser yang terkontrol secara tepat diarahkan ke dalam sampel, menghasilkan pancaran sinyal optik yang ditangkap dan diarahkan ke dalam kamera.
Dengan memindai jeda waktu di antara kedatangan pulsa-pulsa laser tersebut, para peneliti memfilmkan aliran energi di dalam sistem, menandainya sebagai rangkaian spektrum dua dimensi. Masing-masing spektrum dua-dimensi termuat dalam satu frame film, berisi informasi tentang keberadaan energi di dalam sistem sekaligus memberitahu jalur-jalur apa saja yang dilaluinya untuk mencapai ke sana.
Film ini mempertunjukkan relaksasi dari keadaan energi tingkat tinggi menuju ke keadaan energi tingkat yang lebih rendah dalam serangkaian waktu, serta memperlihatkan osilasi sinyal di area-area sinyal yang sangat spesifik, atau ketukan-ketukan kuantum. “Ketukan kuantum merupakan ciri dari koherensi kuantum, timbul dari interferensi antara keadaan-keadaan energik yang berbeda dalam superposisi, mirip dengan suara ketukan ketika dua instrumen musik yang tidak selaras mencoba memainkan nada yang sama,” ungkap Hayes.
Simulasi komputer menunjukkan bahwa koherensi kuantum bekerja dalam antena fotosintesis untuk menjaga eksitasi untuk tetap tidak terjebak dalam perjalanannya menuju pusat reaksi, yaitu tempat dimulainya konversi ke energi kimia. Dalam satu interpretasi, sebagaimana eksitasi berpindah melalui antena, keberlangsungannya tetap berada dalam superposisi dari semua jalur sekaligus, memaksa eksitasi berlanjut ke jalur yang semestinya. “Sebelum koherensi-koherensi ini berhasil teramati dalam sistem sintetis, ada keraguan bahwa fenomena yang kompleks mampu diciptakan di luar alam,” ujar Hayes.

Kredit: University of Chicago
Jurnal: D. Hayes, G. B. Griffin, G. S. Engel. Engineering Coherence Among Excited States in Synthetic Heterodimer Systems. Science, 2013; DOI: 10.1126/science.1233828
Sumber : http://www.faktailmiah.com/2013/04/20/teknik-ultra-cepat-menyingkap-prinsip-prinsip-perancangan-dalam-biologi-kuantum.html

Bentuk awal mahkluk hidup penghasil oksigen di Bumi muncul 60 juta tahun lebih awal dari yang sebelumnya diperkirakan

Ahli geologi dari Trinity College Dublin, Irlandia, menemukan bahwa bentuk kehidupan penghasil oksigen pertama di  Bumi muncul sekitar 3 milyar tahun yang lalu. Ini berarti 60 juta tahun lebih awal dari yang selama ini diperkirakan oleh para ahli dan tertulis di buku buku sejarah evolusi. Bentuk kehidupan ini bertanggungjawab atas terbentuknya oksigen yang melimpah yang kini ada di atmosfer kita. Oksigen yang melimpah ini di kemudian hari berperan penting dalam berkembangnya mahkluk hidup yang lebih kompleks seperti manusia.
Ditemukannya bukti pelapukan batu tua akibat oksidasi di India
Bekerjasama dengan Profesor Joydip Mukhopadhyay dan Gautam Ghosh dan rekan-rekan lain dari Universitas Kepresidenan di Kolkata, India, para ahli geologi ini menemukan bukti adanya pelapukan batuan kimia yang merujuk pada pembentukan tanah yang terjadi ketika ada kemunculan O2. Menggunakan sistem uranium-lead isotop decay yang muncul secara alami, para geolog melakukan pengukuran usia secara cermat dan akhirnya menyimpulkan bahwa peristiwa ini muncul setidaknya 3,020,000,000 tahun yang lalu. Tanah kuno (atau paleosol) tersebut berasal dari Singhbhum Kraton Odisha, dan kemudian dinamakan ‘Keonjhar Paleosol’ sesuai nama kota terdekat.
Seperti kita ketahui, bukti penggalian geologi menujukkan bahwa pada awal kemunculan kehidupan, terjadi peningkatan kadar oksigen dalam atmosfer kita. Ini karena melimpahnya tumbuh tumbuhan purba yang mengconvert karbon dioksida menjadi oksigen sebelum munculnya hewan yang merubah oksigen menjadi CO2. Pola pelapukan kimia yang didapat dalam paelosol tersebut sesuai dengan pola kenaikan level Oksigen dari masa ke masa. Level Oksigen seperti itu hanya bisa terjadi akibat melimpahnya organisme kala itu yang mengubah energi cahaya matahari dan karbon dioksida menjadi oksigen dan air. Proses yang disebut fotosintesis ini digunakan oleh jutaan spesies tumbuhan dan bakteri berbeda yang ada di bumi saat ini. Melimpahnya kadar oksigen dalam atmosfer kala itu berperan penting berkembangnya bentuk kehidupan yang lebih kompleks seperti mamalia.
Penelitian ini baru saja dipublikasikan secara online dalam jurnal Geologi peringkat teratas dunia bernama ‘Geology’. Quentin Crowley, Asisten Profesor dalam Analisis Isotop dan Lingkungan di Sekolah Ilmu Pengetahuan Alam di Trinity, sekaligus penulis senior dari artikel jurnal yang menjelaskan penelitian ini berkata: “Ini adalah penemuan yang sangat menarik, yang membantu untuk mengisi kesenjangan dalam pengetahuan kita tentang evolusi awal Bumi. Paleosol dari India ini mengatakan kepada kita bahwa ada kejadian oksigenasi atmosfer, dan ini terjadi jauh lebih awal dari yang dibayangkan sebelumnya. “
Awal Bumi kala itu sangat berbeda dengan apa yang kita lihat sekarang ini. Suasana awal atmosfer planet kita kaya akan metana dan karbon dioksida dan hanya ada O2 dalam skala yang sangat sedikit. Fakta yang sebelumnya diterima secara luas untuk evolusi atmosfer menyatakan bahwa tingkat O2 tidak  meningkat secara signifikan sampai sekitar 2,4 miliar tahun yang lalu.
Kejadian yang disebut ‘Great Oxidation Event’ ini kemudian menyebabkan melimpahnya atmosfer dan lautan dengan O2, dan digembar-gemborkan sebagai salah satu perubahan terbesar dalam sejarah evolusi awal kehidupan di bumi. Mikroorganisme sendiri, dapat dipastikan telah hadir sebelum 3,0 miliar tahun yang lalu, namun tidak mungkin mampu menghasilkan O2 dalam jumlah banyak lewat fotosintesis. Sebelum ini masih belum jelas apakah terdapat peristiwa oksigenasi yang terjadi sebelum Oksidasi Besar itu, sementara itu argumen yang melandasi kemampuan evolusi fotosintesis sebagian besar telah didasarkan pada tanda-tanda pertama dari penumpukan oksigen di atmosfer dan lautan.
Profesor Crowley menambahkan, “Ini adalah contoh langka dari catatan geologi yang memberikan gambaran sekilas tentang bagaimana batuan melapuk. Perubahan kimia yang terjadi selama pelapukan ini memberitahu kita sesuatu tentang komposisi atmosfer pada saat itu. Sangat sedikit dari ‘paleosols’ yang telah didokumentasikan dari periode sejarah bumi sebelum 2,5 miliar tahun yang lalu. Satu satunya adalah yang kita kerjakan dan itu berusia setidaknya 3020000000 tahun, dan itu menunjukkan bukti kimia bahwa pelapukan berlangsung dalam suasana dengan tingkat O2 tinggi. “
Hampir tidak ada O2 di atmosfer bumi pada 3,4 miliar tahun yang lalu, namun karya terbaru dari paleosols Afrika Selatan menunjukkan bahwa sekitar 2,96 miliar tahun lalu tingkat O2 mungkin mulai meningkat. Oleh karena itu temuan Profesor Crowley telah menggeser batas sejarah tersebut setidaknya 60 juta tahun. Mengingat manusia baru ada di planet ini sekitar seper sepuluh dari waktu itu, maka hal itu bukanlah hal yang insignifikan dalam sejarah evolusi.

Referensi Jurnal:
  1. J. Mukhopadhyay, Q. G. Crowley, S. Ghosh, G. Ghosh, K. Chakrabarti, B. Misra, K. Heron, S. Bose. Oxygenation of the Archean atmosphere: New paleosol constraints from eastern India. Geology, 2014; DOI: 10.1130/G36091.1
    Sumber : http://www.faktailmiah.com/2014/09/06/bentuk-awal-mahkluk-hidup-penghasil-oksigen-di-bumi-muncul-60-juta-tahun-lebih-awal-dari-yang-sebelumnya-diperkirakan.html
     
 

About ....?

Bukankah hidup itu memang "BIOLOGI" ?????